Pemuda itu menjawab, “ Wahai Amirul Mukminin, aku datang kesini agar jangan sampai orang – orang berkata, ‘tidak ada lagi orang yang menepati janji di kalangan umat islam’, dan agar orang – orang tidak mengatakan, ‘tidak ada lagi lelaki sejati, ksatria yang berani mempertanggung jawabkan di kalangan umat Muhammad SAW.’”
Kisah ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. Ada seorang pemuda kaya, hendak pergi ke mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah.Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan di gunakan sebagai kendaraanya. Setelah semua di rasanya siap, dia pun memulai perjalannya.
Di tengah perjalanan dia pun menemukan sebuah tempat yang di tumbuhi rumput hijau dan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk berhenti sejenak. Pemuda itu duduk di bawah pohon. Akhirnya dia terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.
Saat dia tidur, tali untanya lepas, sehingga unta itu pergi kesana kemari. Akhirnya unta itu masuk ke kebun yang ada di sekitar situ. Unta itu memakan tanam – tanaman dan buah –buahan di dalam kebun. Dia juga merusak segala yang di lewatinya.
Penjaga kebun itu adalah seorang kakek yang sudah tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu. Namun, dia tidak bias. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, lalu sang kakek membunuhnya.
Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Tenyata, dia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun. Pada saat itu, seorang kakek dating.
Pemuda itu bertanya, “siapa yang membunuh unta ini?”
Kakek itu menceritakan apa yang telah di lakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, terpaksa dia membunuhnya.
Mendengar hal itu, sang pemuda sangat marah sehingga tak terkendalikan. Serta merta, dia memukul kakek penjaga kebun itu. Naasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu menyesal atas apa yang di perbuatnya. Dia berniat kabur.
Saat itu, datanglah dua orang anak sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan di sebelahnya berdiri pemuda itu, mereka lalu menangkapnya.
Kemudian, keduanya lalu membawa pemuda itu untuk menghadap Amirul Mukminin; Khalifa Umar bin Khattab ra. Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash (hukuman bagi orang yang membunuh) kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka.
Lalu, Umar bertanya kepada pemuda itu. Pemuda itu mengakui perbuatannya. Dia benar – benar menyesal atas yang telah di lakukannya.
Umar berkata, “ aku tidak punya pilihan lain kecuali melaksanan hokum Allah.”
Seketika itu, sang pemuda meminta kepada Umar, agar dia diberi waktu dua hari untuk pergi ke kampungnya, sehingga dia bisa membayar hutang – hutangnya.
Umar bin Khattab berkata, “Hadirkan padaku orang yang menjamin, bahwa kau akan kembali lagi ke sini. Jika kau tidak kembali, orang itu akan di qishash sebagai ganti dirimu.”
Pemuda itu menjawab, “aku orang asing di negeri ini, Amirul Mukminin, aku tidak bisa mendatangkan penjamin.”
Sahabat Abu Dzar yang saat itu hadir di situ berkata, “Hai Amirul Mukminin, ini kepalaku , aku berika kepadamu jika pemuda ini tidak dating lagi setelah dua hari.”
Dengan terkejut, Umar bin Khattab berkata, “Apakah kau yang menjadi penjaminnya, Wahai Abu Dzar…wahai sahabat Rasulullah?”
“Benar, Amirul Mukminin,” Jawab Abu Dzar lantang.
Pada hari yang telah di tetapkan untuk pelaksanaan hukuman qishash, orang – orang menantikan datangnya pemuda itu. Sangat mengejutkan! Dari jauh sekonyong – konyong mereka melihat pemuda itu dating dengan memacu kudanya. Sampai akhirnya, dia sampai di tempat pelaksaan hukuman. Orang – orang memandangnya dengan rasa takjub.
Umar bertanya kepada pemuda itu, “ Mengapa kembali lagi ke sini anak muda, padahal kau bisa menyelamatkan diri dari maut?”
Pemuda itu menjawab, “ Wahai Amirul Mukminin, aku datang kesini agar jangan sampai orang – orang berkata, ‘tidak ada lagi orang yang menepati janji di kalangan umat islam’, dan agar orang – orang tidak mengatakan, ‘tidak ada lagi lelaki sejati, ksatria yang berani mempertanggung jawabkan di kalangan umat Muhammad SAW.’”
Lalu Umar melangkah ke arah Abu Dzar Al-Ghiffari dan berkata, “ Dan kau wahai Abu Dzar, bagaimana kau bisa mantap menjamin pemuda ini, padahal kau tidak kenal dengan pemuda ini?”
Abu Dzar menjawab, “ Aku lakukan itu agar orang – orang tidak mengatakan bahwa ‘ tidak ada lagi lelaki jantan yang bersedia berkorban untuk saudaranya seiman dalam umat Muhammad SAW’”
Mendengar itu semua, dua orang lelaki anak kakek yang terbunuh itu berkata, “ Sekarang tiba giliran kami, Wahai Amirul Mukminin, kami bersaksi dihadapanmu bahwa pemuda ini telah kami maafkan, dan kami tidak meminta apa pun darinya! Tidak yang lebih utama dari member maaf di kala mampu. Ini kami lakukan agar orang tidak mengatakan bahwa tidak ada lagi orang berjiwa besar, yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat Muhammad SAW’”
0 komentar:
Posting Komentar