Kamis, 04 Maret 2010

Berbicaralah Yang Baik atau . . . . . Diam

“ Allah Yang Maha Pengasih. Yng telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusai. Mengajarnya pandai  berbicara. “ (QS. Ar Rahman 55, 1-4)

            Kemarin perhatian masyarakat Indonesai sedang tertumpah ruah pada kasus Bank Century. Namun yang lebih membuat masyarakat geleng – geleng kepala adalah cara dan gaya berbicara sebahagian wakil rakyat dalam pansus angket itu. Mereka sepertinya ringan mengucapkan kata – kata yang tak pantas mereka ucapkan sebagai anggota parlemen yang mulia.

Sesungguhnya Kenikmatan Besar

            Kemampuan berbicara adalah kenikmatan besasr yang diberika Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan kemampuannya berbicara itulah (sebagai manifestasi kemampuan  aqalnya) manusai menjadi makhluk yang paling mulia di banding yang lainnya. Allah Swt mengajarkan kepada manusai pandai berbicara.

            “ Allah yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia mencipkan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. “ (QS. Ar – Rahman 55, 1-4).

            Islam sudah mengajarkan bagaimana semestinya manusia memanfaatkan kemampuannya berbicara untuk berbicara yang baik – baik saja. Dan dengan demikian pembicaraan yang baik itu akan menjadi jalan kebaikan.

            Dengan kemampuannya berbicara banyak orang dapat meniti karis sebagaimotivator, da’I, dan sejenisnya yang dapat mempengaruhi ribuan bahkan jutan orang seperti AA Gyim, Arifin Ilham, Yusuf Mansyur Ary Ginanjar, Reza Syarif, Amru Khalid (di Mesir , yang popularitasnya nomor 2 setelah Hosni Mubarak) dsb.

            Namun, sayangnya tidak demikian halnya dengan yang kita sering lihat dan temukan dalam kehidupan sosial kita. Apabila kita telisik ternyata yang sering dilakukan orang lebih banyak adalah pembicaraan yang tidak berguna dan sia – sia saja.

            “ Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasai dari orang yang menyuruh ( orang ) bershadaqah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, Maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. An Nisaa’  4, 114).

Berbicara atau Diam ?

            Pada saat seseorang sedang melakukan atau melanjutkan sesuatu pekerjaan / kegiatan yang membutuhkan kensentrasi, kecermatan, dan ketelitian, …. Ia senantiasa dalam keadaan diam. Begitu pun pada saat seseorang sedang menenangkan jiwanya, maka ia akan mencari tempat dan suasana yang mendukung keinginannya itu yakni ….sunyi dan tenang. Orang – orang yang sedang menjernihkan pikiranya pun juga menjauhi keramaian dan menyendiri di tempat sepi. Bukankah setiap kita bermunajat kepada Allah Swt kita dalam kadaan khusyu’ yakni tenang, konsentrasi, fokus, dan ikhlas?

            Itulah sebabnya Rasulullah Saw mengajarkan kita untuk diam. Rasulullah Saw menasiati Abu Dzar Al -  Ghifari Ra,

            “ Hendaknya engkau lebih baik diam, sebab diam itu menyingkirkan syaithan, dan menolong bagimu dalam urusan Dien – mu.“  (Terjemah HR. Ahmad).

            Rasulullah Saw juga bersabda, “Manusia tidak akan teguh / Istiqamah  imannya, sebelum hatinya teguh / istiqamah, dan tidak akan teguh hatinya sebelum lidahnya teguh / istiqamah.” (HR. Ahmad)

            Lidah yang dikendalikan dengan baik dapat mengokohkan hati dan iman seseorang. Namun sebaliknya jika ia di lepas bebas tanpa kekang, maka lidah itu akan menjerat pemiliknya lalu mengendalikan pemiliknya itu sesuka nafsunya. Pada saat manusai tak dapat menguasai lidahnya, maka lubang mulutnya itu akan menjadi tempat keluarnya kata – kata kotor, dusta, dan kebatilan.

            Orang – orang yang beriman harus menjauhkan diri dari kekotoran lisannya itu. Orang – orang yang beriman mesti dapat mengendalikan lisaanya dan tidak melakukan yang buruk, bahkan yang sia – sia pun ia tinggalkan.

            “ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk’  dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat. “

            Rasulullah Saw bersabda, “  Salah satu dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat. “ ( HR. Tirmidzi )

            Jadi, seseorang akan sempurna imannya apabila dapat meninggalkan, tidak hanya yang buruk, bahkan yang sia – sia sekalipun. Islam tidak mentolerir perkataan – perkataan yang rendah lagi hina, karena manusai tidak dilahirkan untuk itu. Manusai tidak dilahirkan untuk yang hina dan rendah. Manusai adalah makhluq mulia yang dititahkan untuk beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah di bumi-Nya. Hanya orang – orang yang mulia yang derajatnya tinggi di sisi Alah Swt.

            Dari Anas bin Malik Ra ia berkata, “ Ada seorang lelaki yang meninggal dan pada waktu itu ada lelaki lain yang berkata, “ Bergembiralah engkau dengan syurga. “ Waktu itu Rasulullah Saw mendengar perkataan itu. Lalu Rasulullah Saw bersabda, “Atau kamu tidak mengetahui, barangkali ia suka berbicara tentang sesuatu yang tidak ada gunanya. Atau kikir tidak suka mengeluarkan hartanya, (padalah kalau ia mendermakannya) tidak mengurangi harta kekayaannya. “ (THR Tirmidzi).

Ada pepatah yang menyebutkan : sekali waktu seseorang dapat mati karena terpeleset lidahnya. Namun seseorang tidak akan mati karena terpeleset kakinya.

            Oleh karena itu, pertimbangkanlah ! Hendak berbicara karena memang harus ataukah lebihbaik diam karena demikian selayaknya, pertimangkanlah !

Pengaruh kata – kata yang baik

            Segala perkara yang baik pasti akan memberikan banyak kemaslahatan. Kata – kata yang mulia dapat menyuburkan kasih sayang dengan sesama dan mempererat persaudaraan.

            “ dan katakanlah keada hamba – hamba-Ku, “ Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaithan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nayta agi manusia. “ (TQS. Al Isra : 53)

            Syaithan selalu punya target memporak – porandakan persaudaraan, kerja sama yang baik, persatuan, kebersamaan, keharmonisan gubungan sosial dan sejenisnya menjadi kebencian dan permusuhan. Dan tidak ada yang bisa menghentikan kerusakan itu kecuali perkataan yang baik. Perkataan yang mulia mampu memadamkan permusuhan, melemahkan kekerasan hati, dan menghentikan kejahatan.

            “ Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah ( kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (TQS. Fushshilat (41) : 34).

            Perkataan yang baik akan mengajarkan kita untuk belajar menjadi lemah lembut, memiliki rasa malu yang besar, peduli keadaan orang lain, dan punya teman yang banyak.

            “ Dan hamba – hamba yang baik dari rabb yang Maha Penyayang itu (ialah) orang – orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang – orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata – kata (yang mengandung) keselamatan.”(TQS. Al Furqan : 63).

            “ Dan apabila mereka mendengan perkataan yang tidak bermamfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata, “ Bagi kami amal – amal kami dan bagimu amal – amalmu. Kesejahteraan atas dirimu, dan kami tidak ingin bergaul dengan orang – orang jahil.” (TQS. Al Qashash : 55).

            Lidah yang baik dapat menjadi menuju kepada akhlak yang baik yang pada akhirnya melempangkan jalan menuju keridhaan-Nya.

            “ Perkataan yang baik dan permintaan maaf  lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan  (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”  (TQS. Al Baqarah : 263).

            Seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Saw,  “ Beritahukanlah kepadaku amalan yang dapat menjadikan aku masuk surga.” Nabi Saw bersabda,”Wahai sekalian manusia !  Sampaikan ucapan salam ( kepada siapa saja kaum muslimin). Dan hendaknya engkau suka memberikan makan, dan hendaknya engkau suka menghubungkan kekeluargaan, dan shalatlah di waktu malam pada saat orang sedang nyenyak tidur. (Jika demikian) Niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat.” (THR. Tirmidzi).

            Sabda Nabi Saw, “ Allah tidak suka kepada orang semacam ini, kalau berbicara tidak mau kalah (hanya mau menangnya sendiri) bagaikan sapi di tempat pengembalaanya. Demikianlah Allah memasukka lidah dan muka mereka ke dalam neraka.” (Thabrani).

            Rasulullah Saw bersabda, “ Lelaki yang paling di benci Allah ia orang yang paling buruk pertengkarannya.” (THR. Bukhari Muslim). Wallahu a’lamu bisshawab.

DR.Muhammad Al-Ghazali, Khuluqul-Muslim ( Akhlaq Seorang Muslim). Tahun 1986. Penterjemah : Drs. H. Moh.Rifa’i. Semarang : CV Wicaksana.
Disadur dari Bulletin Wa Islama

Artikel Terkait:

0 komentar: